Rabu, 22 Maret 2017

“JANGAN BUBAR DONG”

Wey, jangan bengong di situ dong!” Teriak Yukin dari depan kantor Sekolah. “tunggu ntar, aku kesana” balasku. Tampak olehku sosok-sosok manusia yang akan menjadi parnerku dalam menjalani hidup selama dua tahun ke depan. Tampak juga olehku Ibu Nur, guru biologi satu-satunya setelah Ibu Ayu pindah mengajar di sekolah yang lain. dia juga satu-satunya guru yang masih single walaupun usianya sudah sangat dewasa untuk berkeluarga.
“Hey, Syukri, ngapain lho bengong, sambil liat gitu ma Ibu  Nur, naksir yaaa….” Ejek Arman mengawali keterlambatannya datang ke sekolah.
“udah, kesana cepat sebelum kamu ketinggalan kereta. Lagian kamu ga punya hak mengurusi hal-hal yang bersifat personal” balasku.
Sambil menuggu pengumuman kenaikan kelas untuk kelas III usai, aku, Kahar, Rika, Rahma, dan teman-teman sekelasku lainnya bercanda ria di depan kelas II. 4, yang kala itu sudah kosong melompong ditinggal pergi oleh penghuninya. Banyak diatara teman-temanku yang tidak sabaran menunggu saat yang sangat mereka nantikan.
 “Olong, apa kamu yakin kita akan naik kelas?” tanyaku kepada Raham yang akrab kami sapa dengan panggila “Olong” membongkar kesibukan teman-temanku.
“Kalo kamu sih aku yakin, pasti naik kelas. Kamu pintar, rajin, dan tidak pernah terkena kasus yang memberat kamu, iyakan?, tapi kalo untuk diriku sendiri lain lagi ceritanya. Aku tidak pernah masuk 10 besar bahkan banyak nilai-nilaiku banyak yang merah. Oh iya, kemarin aku dengar Pak Sultan bilang kelas II tahun ini akan terbagi atas lima kelas dan di urut berdasarkan rangking yang diperoleh siswa, bagi siswa yang meraih rangking satu sampai enam akan ditempatkan di kelas II.1, kelas khususnya katanya, rangking berikutnya akan menempati kelas berikutnya, demikianlah seterusnya” jelas Rahma panjang lebar. Sambil mendengarkan dia melanjutkan pembicaraannya, aku terus saja memandangi teman-temanku yang asyik bercanda, dan mendengarkan nama-nama mereka disebutkan oleh Ibu Nur yang bertindak sebagai informan   saat itu.
“Andai aku bisa Bergembira seperti mereka” bisikku dalam hati.
Mungkin karena aku merindukan kehadiran orang tuaku setelah lebih dari 4 tahun tidak mendampingiku, mendengarkan pengumuman seperti ini, terhitung sejak pengumuman kelulusan di sekolar dasar. Walaupun setiap tahunnya aku mendapatkan kiriman, tapi itu terasa tidak mampu menghilangkan rasa rindu terhadap mereka. Untunglah aku punya teman; yukin jawara kelasku tiap semesternya, Andi orang terjail,  Ippang dramer paling ngetop sekelas merangkap sebagai vokalis, Sainul, Juna, Irfan, Asbudi, Salman, dan Ahmad komplotan cowok paling cool sekelas, Kahar yang menjadi penghalangku meraih rangking dua, Rahma cewek super Feminim sejagat kata Rika cewek paling kecil sekelas namun punya otak yang cerdas dan banyak lagi teman-temanku yang lainnya.
   “Syukri, dah giliran kelas satu tu, kesana yuk” ajak Ayu, cewek paling tomboi  di kelasku bahkan satu sekolah tidak ada yang mampu merebut  predikatnya itu.
“Kamu duluan aja yah, aku akan menyusul dengan teman-teman yng lain” cobaku ngeles menyembuyikan apa yang aku pikirkan.
Semua siswa kelas I atau calon siswa kelas II sudah berkumpul di depan kantor, menantikan hasil yang panen dari benih yang mereka tanam selama kurang lebih setahun. Wajah mereka tampak berseri-seri seakan tidak perduli dengan hasil yang mereka peroleh. Hanya beberapa orang diantara mereka saja yang tampak sama denganku,  ragu, khawatir, pucat, nervous, dan kurang percaya diri. Diantara mereka juga terselip beberapa anak kelas III yang sebentar lagi harus mengangkat kaki dari SMA, entah apa yang mereka lakukan.
Sementara anak kelas I yang selesai MOS alias Masa Orientasi Siswa beberapa hari yang lalu masih terlihat segan terhadap senior-seniornya. Tergambar jelas di wajah mereka perasaan itu, kecuali beberapa orang di antara mereka yang langsung bisa beradaptasi dengan lingkungan SMA. Banyak juga diantara mereka yang menantikan giliran mengisi waktu luang dengan menceritakan pengalaman-pemgalaman semasa ospek.
Masa yang paling aku takuti akhirnya menghadang juga, masa dimana giliran kelasku tiba. Satu persatu nama teman-temanku disebutkan oleh Ibu Nur.
“Seksi juga ya kalau nama kami disebut oleh Ibu  Nur melalui mikrofon itu” bisikku dalam hati.
Saat itu semua temanku hadir dan berkumpul di satu tempat, tempat yang biasanya digunakan oleh anak-anak Bikers parkir motor. Tempatnya lumayan bagus, teduh, dan terasa berada di alam bebas dengan aroma tanah basah dan kicauan burung yang bertengker dan bersarang di atas pohon petai china yang lagi subur-suburnya dengan bunga yang sedang bermekaran, tampak juga setangkai dua tangkai buah yang masih hijau.
“Tahun ini adalah tahun dimana keberkahan itu turun, tahun dimana kita akan mati-matian memperolehh dan mempertahankan apa yang telah kita peroleh selam asetahun yang lalu.” Jelas Ibu Nur.
“Kami juga sangat berharap anak-anakku sekalian bisa menarik hikmah dari semua yang telah kita lalui bersama.” Lamjutnya dan segera menyebutkan nama-nama siswa berserta kelas yang pantas buatnya.
Keteganganku meningkat sampai-sampai aku tidak sadar kalau namaku sudah disebutkan bahkan aku juga tidak sadar kalau pengumuman untuk kelasku telah berakhir dan berlanjut ke kelas lainnya.
“Aku harus bisa menjadi yang terbaik di kelas dua nanti, aku harus bisa mengalahkan Yukin, dan aku akan membuktikan keteman-temanku kalau aku juga bisa menjadi yang terbaik di antara orang-orang terbaik dan aku juga harus bisa membuktikan kepada adikku yang cantik bahwa kakaknya ini bisa menjadi andalan dan panutan buatnya. Aku juga harus membuktikan kesanak keluarga bahwa aku bukanlah parasit yang kerjanya hanya mengahabiskan segalanya dan hidup untuk dirinya sendiri ” pikirku sepanjang pengumuman berlangsung.
Karena pada saat itu aku juga yakin kalau akan ditempatkan di kelas yang sama dengan Yukin dan jawara-jawara kelas yang lainnya mulai dari 1.i sampai 1.v, makanya aku hanya berpikir untuk mengalahkan Yukin sahabat yang membuatku terpacu untuk belajar dan  bersaing secara sehat sebagaimana perjanjianku dengan Adi semasa Aku masih SMP.
“Terima kasih Yukin, Kahar dan teman-teman sekalian, sebentar lagi kita akan memulai babak yang baru, babak dimana kita harus mengakui keberadaan yang lain” ucapku dalam hati mengiringi tatapanku satu persatu ke wajah teman-teman yang segera menjadi musuh bubuyutanku dan menuju ke ke kelas yang dimaksudkan oleh Pak Kadir, wali kelasku yang baru, tak lama setelah ia memberikan sedikit ucapan selamat.

*****
“Aku tidak yakin kamu bisa mengalahkanku Syukri, tidak dalam segala hal, apalagi kalau tentang kepintaran, akulah yang paling unggul ketimbang kau Syukri, ha...ha...” mebangunkanku dari tidur yang lelap setelah menjalani rutinitas sebagai pelajar kemarin, dan megulang semalaman sambil Mengerjakan PR Bahasa Inggris.
“Tidak Adi, Aku akan membuktikan kalau aku lebih baik dari yang kamu pikirkan” lalu bangkit dari pembaringan dan menuju sumur, mandi kemudian ambil air wudlu untuk shalat subuh.
Mungkin karena perjanjianku dengan Adi atau karena teman-temanku yang siap bertarung menghadapi semester awal di kelas dua yang membuatku sadar dari rasa benci hari senin menjadi sangat menantikannya bahkan tanpa dibangunkan sebagaimana hari-hari lainnya, aku akan bangun sangat cepat dan bertindak sebagi waker buat adikku yang juga baru menginjakkan kaki di indonesia dua tahun lalu dan sekarang sudah kelas dua SMP.
Mata pelajaran pertama hari itu adalah Bahasa Inggris, mata pelajaran yang paling aku favoritkan terlebih lagi jika pelajaran itu dibawakan oleh Pak Ompo’ guru yang juga menjadi donatur terbesarku semasa kelas satu,tapi sayangnya, dia hanya mengajarkan Bahasa Inggris sampai semester satu berakhir kala itu. Pada umumnya, semua teman sekelasku menyukai caranya mengajar, bukan karena dia mengusai materi yang akan dia bawakan dengan baik, tetapi karena ia mampu meguasai kelas serta tahu bagaimana cara membuat semua siswanya paham tentang materi yang dibicarakan. Disamping itu, dia juga sering menyertakan sebuah petua yang bagiku itu sangatlah bermanfaat, baik secara langsung maupun tidak, baik itu cepat atau lambat, pasti akan bermanfaat.
“Sekarang kalian sudah kelas dua, dan sebentar lagi kalian akan meninggalkan sekolah ini, ke mana kalian akan pergi?’ tanyanya suatu ketika kami lagi asyiknya mengerjakan tugas individu yang ia berikan.
Semua siswa yang mendengarkan ucapan Pak Ompo tercengang dan tak tahu harus menjawab apa. Siswa yang tadinya sibuk mengerjakan tugas berhenti, hanya kepala yang tertuju kepada Pak Ompo, mungkin pertanda kami menantikan kelanjutannya. Tapi, penantian itu bagaikan jalan yang tak berujung, jarak yang tak terukur, dan pastinya sangat  membingungkan Hingga kesokan harinya, kami juga belum mendengarkan kelanjutan pertanyaannya, jadilah kami orang yang terus bertanya pada diri sendiri, tanpa pendamping yang mengawal jalan pemikiran kami.
“Apa kalian tahu siapa diri kalian sebenarnya, berasal dari mana, dan akan ke mana?” tanya lagi ke disela-sela jam mengajarnya.
Seperti biasanya, tak seorangpun diantara kami yang menjawab, mungkin saja ada yang tahu, hanya saja  karena takut salah hingga semua yang ingin disampaikan buyar begitu saja, atau mungkin kami benar-benar tidak tahu sama sekali. Untunglah hari ini Pak Ompo lagi bermurah hati, dia menjelaskan dengan singkat.
“kalian sudah dewasa, maka sudah sepantasnya kalian berpikir dewasa juga. Kalian tahu berasal dari mana, berada di mana, dan akan ke mana?” ulangnya pertanyaan yang ia sampaikan beberapa saat yang lalu, tapi lagi-lagi kami tak mampu menjawabnya.
“Anak muda itu suka menghayal sebelum tidur, bukannya berdo’a, cobalah sesekali kalian hayalkan diri kalian sendiri”
“caranya Pak?” tanya salah satu diantara kami.
“Sebelum tidur malam nanti, coba kalian merenung sejenak dengan letakkan tangan kiri kalian di belakang kepala dan tangan kanan di atas wajah sambil menengadah ke atas langit-langit rumah, kemudian tanyakan pertanyaan-pertanyaan tadi.” Jelasnya sesingkat-singkat mungkin kemudian melanjutkan kembali pelajaran yang sempat tersendak.
Cara inilah yang kami sukai darinya, mengajar sambil memberikan petuah-petuah. Berbeda dengan sebagian besar guru-guru yang hanya mengajar bak mesin pengajar dan kalaupun ada cerita, itu hanyalah sebuah pengalaman yang entah benar salahnya karena kebanyakan dari cerita-cerita tersebut terlalu dibesar-besarkan hingga terasa terlalu berat untuk dicerna oleh akal.
Setelah pelajaran Bahasa Inggris usai, kelas kembali ribut  tak terkendali, ada yang calla-calla, laga-laga, belajar, bahkan ada juga yang “menyet”. Kebetulan jam berikutnya kosong, jadi, kami bisa sedikit bersantai, tapi lainnya halnya denganku.
Kebanyakan anak-anak kelas II1 hari itu bergembira Asbar, Juanda, Syamsul, dan Yukin menikmati minggu keduanya sekolah. Mereka juga sudah membentuk team yang bernama JAYS  singkatan dari Juanda, Asbar, Yukin dan Syamsul. Mereka sangat akur, dan merupakan kelompok para jawara kelas.
Seiring berjalannya waktu, aku juga mulai akrab dengan semua teman-teman sekelasku yang baru, kami juga mulai membentuk kelompok yang lebih besar. Awalnya sangat ribet, kami bahkan saling mengejek, ada yang memunculkan karakter mahluk asing  yang berasal dari Pluto, yang penuh dengan bongkahan emas hingga makanan merekapun hanya emas, ada yang berasal dari merkurius, yang tidak makan makanan seperti manusia bumi tapi mereka hanya menikmati udara murni, namun masih juga ada yang ingin hidup di bumi walaupunn tanpa emas, tanpa udara murni  yang konon  katanya lebih mulia dari unsur apapun yang ada di muka bumi ini.
Dan akhirnya, kami sepakat untuk membuat baju persatuan kelas, maka dibuatlah sketsa baju dengan gambar yang merupakan simbol penyatu siswa kelas II1 dengan selogan II1 is the best walaupun  beragam karakter, simbol yang tersusun atas tiga batangan balok yang saling menyilang yang kemudian dikukuhkan dengan ikatan lingkaran besar, mengikat antara sudut yang satu dengan sudut yang lainnya hingga terbentuklah sebuah simbol yang sangat berarti buat kami. Simbol yang tercipta atas kerjasama anggota Team Anarki  dengan teman-teman sekelas, simbol yang menjadi pembentuk karakter kami, simbol yang menyatukan ide-ide kami dan simbol yang memperkenalkan kami pada dunia yang tak lelah menyediakan tantangan dan simbol yang memperkenalkanku pada sahabat-sahabat yang tangguh dan kreatif.






Wrote by Syiwa05


Share:

1 comments:

CLOSE ADS
CLOSE ADS

DPNTimes

Arsip Blog

EDUKASI DPNTIMES

DPNTimes Sport